BUDAYA ITU JIWA
Salatiga, 16-05-2016
Pada saat bangun tadi
pagi saya sudah bangun telat, padahal kemarinnya sudah janjian sama ka Ris
untuk gereja bareng jam 07:00 tapi saya bangun jam 08:00, alhasil ke gereja sudah
sangat terlambat dan ketika melihat hp ada 4 panggilan tak terjawab dan beberapa
sms dari ka Ris yang menanyakan apakah jadi ke gereja bareng. Berhubung saya
tidak ada pulsa jadi saya menggunakan jasa gratisan yang disediakan telkomsel
yaitu collect sms dan akhirnya karena
ka Ris tahu saya tidak ada pulsa saya ditelpon dan untuk gereja jam 09:30,
ditengah perbincangan ka ris mengatakan bahwa hari ini adalah hari Pentakosta.
Ketika mendengar itu saya yang lagi tidak bersemangat ke gereja langsung
bersemangat. Dan satu hal lagi ternyata hari juga perayaan unduh-unduh, ini
adalah kebiasaan gereja-gereja yang ada di jawa yaitu membawa hasil bumi yang
terbaik ke gereja.
Masih dalam
perbincangan dengan ka Ris mengatakan bahwa hari ini adalah ibadah Nusantara jadi
diharapkan menggunakan baju daerah, ka Ris sarankan kalau ada selendang dari Sumba ya dipakai saja, tapi saat itu saya berpikir saya tidak mau hanya
menggunakan selendang tetapi menggunakan baju adat Sumba lengkap. Alhasil
jadilah saya seperti di foto dibawah ini.
Baru kali ini saya
mengikuti ibadah gereja di Jawa menggunakan baju adat Sumba dan kali pertama
juga menggunakan baju adat Sumba di Salatiga. Jadi ceritanya baju adat ini baru
di bawah ke Salatiga pada saat pulang dari libur natal desember 2015 dan belum
pernah digunakan sebelumnya.
Berpijak dari cerita
saya pagi tadi yang menggunakan baju adat Sumba, saya merenung sambil berpikir
dan mencoba membuka kembali memori lama, dimana budaya menurut saya pada saat
beberapa tahun lalu adalah sesuatu yang kuno tidak sesuai zaman, saya mulai
mengkritik bahwa orang yang menggunakan bahasa daerah adalah orang yang tidak
berkembang, orang yang menggunakan baju adat adalah orang yang tidak mengerti
trend, dan lain sebagainya.
Semakin saya dewasa
saya mengerti bahwa budaya adalah sesuatu yang menuntun saya ke arah dan tujuan
saya, budaya adalah nilai dan masing-masing orang mempunyai budaya, budaya itu
sifat, budaya itu karakter dan budaya itu jiwa. Saya menyadari bahwa saya salah
ketika berpikir bahwa budaya itu tidak penting. Saat-saat itulah saya mulai
mencintai dan menghargai budaya dan mencoba untuk menikmatinya dan semakin lama
semakin membuat saya mendalami dan akhirnya belajar banyak mengenai budaya terkhususnya budaya saya
sebagai orang Sumba agar ketika ditanya saya dapat mengerti dan bercerita
tentang budaya saya, dan juga saya menikmati budaya bukan hanya dilihat dan didengar
tetapi juga diresapi dan dihargai apapun bentuknya.
Dari situlah saya
belajar banyak tentang budaya dan memahami beberapa budaya, karena saya
juga orangnya suka berpindah-pindah, jalan-jalan dan bercerita maka saya harus
mampu beradaptasi secepat mungkin. Karena proses ini juga yang membuat saya
banyak bergaul dengan budaya-budaya baru serta menambah pengalaman saya.
Tetapi pada saat ini
saya melihat dan menyimak banyak budaya terkhususnya budaya lokal seperti
bahasa, nyanyian, tarian, dan nilai-nilai mulai ditinggalkan dan dirasa tidak
berguna lagi bagi kalangan anak-anak muda dan juga sebagian orang tua. Banyak orang
bangga ketika bisa meniru budaya asing tetapi mereka tidak bangga dengan budaya
yang melekat pada mereka sejak mereka lahir, padahal banyak diluar sana yang
melihat dan melirik dan mempelajari budaya yang kita miliki. ketika budaya yang
dimiliki mulai di sukai oleh orang lain dari situ baru sadar bahwa itu adalah
budayanya tetapi sebelumnya malu mengakui apalagi menghargai.
Hal ini saya akui bukan
hanya terjadi di Indonesia tetapi diseluruh dunia tetapi tidak bisa dipungkiri
bahwa Indonesia adalah negara dengan keragaman terbesar didunia mulai dari
bahasa, suku, dan ras. Kalau budaya ini
tidak dijaga maka kita akan melihat bersama hasilnya beberapa tahun kedepan.
#salamsatutanahsumba
#salamsatuindonesia
Komentar
Posting Komentar